Diawali kisah Halim mengerjakan soal yang mudah namun belum benar jawabannya. Halim piawai dalam prestasi akademik, dari 50 soal yang dikerjakan hanya salah pada 3 soal. Uniknya tiga soal yang belum benar jawabannya bukan dari soal yang membutuhkan berpikir tinggi (HOT’s), justru soal tersebut tingkat kesulitannya termasuk rendah. “Ibu guru kenapa Halim salah mengerjakan soal ini, justru bukan pada soal yang sulit, malah sebaliknya”, Respon ibu guru lebih mengagetkan walau alami. “Anak-anak itu kurang teliti”, jawab Ibu guru. “…anak-anak meremehkan pada soal-soal yang mudah”, celetuk Pak guru yang serumpun. “Materi itu sudah diajarkan pada mereka, namun ya begitu, lupa lagi”. Hem…begitu ya.”
Jika fenomena tersebut terulang lagi di tahun mendatang dan diajukan dengan pertanyaan yang esensi nya sama kira-kira jawaban apa yang akan dideskripsikan? Lebih rutin lagi jika peristiwa itu berulang lagi dan terus berulang pada setiap tahun, apakah uraian jawabannya minim perbedaan? Penjelasan dari ‘masalah’ dominan pada pihak lain, masalah sama dengan ‘pemecahan’ jawaban sama dan hasil yang sama yaitu bukan tindakan yang BEDA, apa itu, bagaimana itu dan mengapa itu?
Ilustrasi cerita tersebut mirip dengan mengikuti kegiatan pengembangan diri, seminar, diklat atau aktifitas ilmiah lainnya. Kepala sekolah, guru, dan Tenaga kependidikan harus berubah! Hal yang menarik adalah mengapa mereka tidak berubah? Malah sebaliknya merespon permasalahan yang beda dengan cara sama. Fenomena Halim dan guru mengulangi hal yang sama dan tidak seharusnya terjadi adalah sebuah realita. Lantas titik nadir masalahnya di luar dirinya atau di dalam dirinya.
Deskripsinya sangat simpel dan alami. Seseorang tidak akan melakukan sesuatu jika belum mengetahui (Koqnitif/KI-3) apalagi memahami “Apa itu”. Tindakan itu dilakukan jika dia sudah mengetahui sesuatu itu. Guru membelajarkan soal sehingga anak mengetahui itu, Apabila anak sudah mengetahui maka tahapan gerak otak dan tubuh selanjutnya adalah “Bagaimana itu”. Seorang pemimpin dan guru tidak akan melakukan sesuatu jika dia tidak mengetahui apa yang akan dilakukan itu, Andaikan dia sudah mengetahui maka dia tidak akan melakukan hal tersebut jika tidak memahami bagaimana melakukannya (keterampilan/KI-4). Artinya Bapak ibu guru andaikan sudah mengetahui apa itu ‘soal’, namun kepiawaian keterampilan dia untuk mengetahui itu dan membelajarkan keterampilannya belum hadir maka proses dan produk efektif tidak akan terwujud.
Bagaimana mungkin siswa terampil melakukan suatu hal jika keterampilan untuk melakukan itu secara detail tidak pernah dijamah dan diajarkan. Lantas siswa yang sudah mengetahui dan terampil melakukan sesuatu apakah jaminan keberlanjutan sesuatu yang dikerjakan itu istiqomah? Konteks pimpinan kepala sekolah, guru, siswa melakukan sesuatu itu dilakukan secara berulang dengan alami jika seseorang itu memiliki motivasi atau gairah yang bergelora dari dirinya dengan alami. Motivasi diri, hasrat dan gelora ini menjadi dorongan murni untuk melakukan sesuatu itu tanpa batas dan imbalan. Motivasi tersebut tidak hadir karena faktor aksi dari luar akan tetapi bersumber dari dalam dirinya. Apabila dia melakukan tindakan yang didorong ‘motivasi’ tentunya ada alasan dan argumentasi yang kuat sehingga melakukan sesuatu itu.
Nah, problem besarnya adalah sepinya bagaimana sesuatu itu bisa dan menjadi keterampilan yang bisa di tulis, diketahui, dipahami dan diterampilkan dengan motivasi tulus dari dalam. Efeknya adalah terwujudnya sebuah buku kecil solusi yang bisa dibaca, diketahui, dan bisa diajarkan tahapannya kemudian bisa dilakukan dengan motivasi tinggi. Solusi konkret untuk pimpinan, pendidik dan siswa, bukan lagi solusi cerita yang orang lain tidak dapat belajar dan melakukan.
Itulah cerita belajar dan mengajar anak-anak, simpel dan lugas. Seperti mengajar dan belajar pada permukaan kolam, sekecil apapun sesuatu yang menerpa permukaan air kolam pasti respon alami kolam akan bergerak, gelombang air dipusat aksi hingga menyebar ke seluruh permukaan kolam. Energy aliran listrik bak simpul syaraf yang ada di otak, saling terkait namun sederhana. sederhana namun kompleks!
Kosmis yang terbentang luas sungguh kecil, bukankah Samsung “smart” ide dasarnya dari permukaan air di bejana. bukankan Toyota yang sudah 600 th usianya degan filosofi “perbaikan terus menerus” alias “inovasi tiada henti” didatangi idenya dari hal-hal yang dekat dan khas. Bagaimana mobil sienta yang mulai digandrungi di negeri ini ide dasarnya dari model sepatu santai, namun memenuhi unsur fungsi, style, modern, dan visioner.
Nah, apakah proses pembelajaran seorang pendidik selalu melakukan perbaikan terus menerus, untuk menjaga keberlanjutan kualitas pembelajaran yang dilakukan? Jika sudah inovasi apa saja yang sudah dilakukan? Kreatifitas pembelajaran apa saja yang sudah didesain? Rekayasa media dan bahan ajar apa saja yang sudah publikasikan? Produk orisinil apa saja yang sudah dituangkan pada jejak sejarah pernik Bhineka ini? Berapa buku pengembangan diri yang sudah dibaca seminggu, sebulan dan setahun? Berapa ‘budget’ yang dikeluarkan untuk membeli buku baru.
Sebagai realisasi realisasi ASN profesional? Berapa kali sebulan, setahun untuk ikut kegiatan ilmiah, seminar, dan workshop nasional? Sudah berapa prestasi siswa-siswi yang seorang pendidik dampingi selama ini? Apakah hadir kita hanya sebagai pengadil etik? Sejarah mencatat, pendidik yang tidak bergerak akan terlindas pendidik yang hanya 7.14 atau 7.16 (datang jam 7, pulang jam 14.00 WIB) adalah pendidik biasa, dan harus bergerak dinamis. Hidup seperti makhluk cerdas otak menyesuaikan diri mengalir mengawan mengadaptasi pendidik yang menambah nilai hidup melampaui zamannya.